REVIEW JURNAL
ILMIAH DAN BUKU
MATERI KLASIFIKASI
HADIST BERDASARKAN ASPEK MATAN
Oleh :
Desy Saputri
(12505204007 / PGMI 1 A)
Matan secara
Bahasa berarti sesuatu yang keras dan tinggi (terangkat) dari bumi atau tanah.
Secara terminologi matan berarti sesuatu yang berakhir padanya (terletak
sesudah) sanad, yaitu berupa perkataan.[1] Pengklasifikasian dan pembukuan hadis pada abad ke II mereka masih memasukan perkataan para
sahabat dan fatwa tabi’in disamping
hadis dari Nabi Muhammad SAW. Kesemuanya dibukukan secara bersamaan , dari
situlah munculah kitab hadis yang marfu , mauquf , dan maqhtu.[2] Adapun
penjelasan klasifikasi hadis berdasarkan aspek matan sebagai berikut :
a.
Hadis Marfu’
Hadis marfu`
merupakan segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW dalam bentuk
perkataan, perbuatan, taqrir (pengakuan/ketetapan) , ataupun sifat. Sehingga
orang yang menyandarkan itu boleh jadi sahabat, atau selain sahabat, seperti
Tabi’in dan lainya. Dengan demikian, sanad dari hadis marfu’ ini bisa
bersambung dari awal sampai akhir sanad-nya, dan bisa juga Munqathi’, Mursal,
atau Mu’dhal dan Mu’allaq.[3]
Hadis Marfu’ dibagi
menjadi dua macam yaitu di Marfu’kan secara tegas (Sharih) dan di Marfu’ kan
secara Hukum (Hukmi), Hadis yang dimarfu’kan secara sharih maksudnya hadis yang
tegas-tegas dikatakan oleh seorang sahabat bahwa hadis tersebut di dengar atau
dilihat oleh dan atau di setujui dari Rasulullah. Sedangkan Hadis yang di
Marfu`kan secara hukum merupakan hadis yang seolah-olah lahirnya dikatakan oleh
seorang sahabat (Mawquf Lafalnya).[4]
Hukum Hadis Marfu’
tergantung pada kualitas dan bersambung atau tidaknya sanad, sehingga dengan
demikian memungkinkan suatu hadis Marfu’ itu berstatus Shahih, Hasan, atau
Dha’if.
b. Hadis Mawquf
Mawquf menurut Bahasa adalah waqaf ,
yang berarti berhenti atau stop. Sedangkan menurut istilah merupakan sesuatu
yang disandarkan kepada sahabat baik dari pekerjaan, perkataan , persetujuan,
baik bersambung sanadnya maupun terputus. Jadi sandaran hadis ini hanya sampai
kepada sahabat tidak sampai kepada Nabi.[5]Urgensi
hadis mauquf atau sunah sahabat dalam hukum islam sejalan dengan keutamaan
generasi sahabat dan perananya dalam
pembentukan hukum islam. Praktik ibadah yang berdasarkan hadis mawquf misalnya
perihal tidak wajibnya melakukan sujud tilawah yang didasarkan hadis mauquf
dari ‘Umar Binal Khattab. [6]
Hukum mawquf sama dengan hadis
marfu’, yaitu ada yang shahih, ada yang hasan maupun ada yang dhaif. Walaupun
mawquf shahih pada mulanya tidak dapat dijadikan hujah , karena ia hanya
perkataan atau perbuatan sahabat semata. Akan tetapi jika diperkuat oleh
sebagian hadis , sekalipun dhaif ia dapat dijadikan hujah sebagaimana hadis mursal karena substansial
perbuatan sahabat adalah pengamalan sunnah. Demikian juga terkecuali apabila
hadis mawquf dihukumi marfu’ ada yang disebut juga marfu’ hukmi. Maksudnya, dilihat dari
lafalnya mawquf, tetapi dilihat dari maknanya adalah marfu’. [7]
c. Hadis Maqhtu
Hadis Maqhtû’ adalah sifat matan yang disandarkan kepada tabi’in atau seorang generasi setelahnya,
baik berupa perkataan, perbuatan, dan persetujuan. Sebagian ulama hadis seperti
Asy Syafi’i dan Ath Thabrani menyebutkan, Maqhtû dimaksudkan Munqahti’, yaitu
hadis yang sanadnya tidak muttashil, tetapi
istilah ini tidak benar. Karena ungkapan Asy Syafi’i tersebut sebelum terbentuknya istilah Mushthalah Al Hadis, sedangkan Ath Thabrani, dianggap menyimpang dari
istilah yang disepakati oleh ulama.[8]
Hadis Maqthu’ tidaklah sama dengan Munqathi’, Karena
Maqthu’ adalah sifat dari matan, yaitu berupa perkataan tabi’in atau Tabi’
al-tabi’in, sementara Munqathi adalag sifat dari sanad, yaitu terjadinya
keterputusan sanad pada generasi sebelum sahabat dan tidak secera berturut-turut,
apabila keterputusan sanad tersebut lebih dari satu orang perawi. Sanad pada
hadis Maqthu’ bisa saja muttashil (bersambung) sampai kepada tabi’i yang
merupakan sumber dari matan-nya.[9]
Hadis Maqhtû’ tidak dapat dijadikan hujah dalam hukum
syara’ sekalipun shahih, karena ia bukan datang dari Nabi. Ia hanya perkataan
atau perbuatan sebagian salah sati seorang umat islam. Akan tetapi, jika disana
ada bukti-bukti kuat yang menunjukkan ke-marfû
mursal. Diantara kitab yang dipandang banyak hadis Mawqûf dan Maqhtû’ adalah Mushannaf Abi Syaybah, Mushannaf
‘Abd Ar-Razzaq dan Tafsir Ibnu Jarir, Ibnu Hatim, dan Al-Munadzir[10]
DAFTAR RUJUKAN
Andariyati, Leni
. 2020. Hadis dan Sejarah
perkembanganya, Jurnal Ilmu Hadis. Vol. 4 No. 2
Khon , Abdul Majid.2015. Ulumul Hadist. Jakarta : AMZAH
Muhammad fauzan azima, Edi Safri, Zulfikri,
2019. Studi Hadis Muslim (Kasus Studi Mauquf tentang praktik Nikah mut’ah
pada masa sahabat). Jurnal Ulunnuha. Vol. 8 No. 1 .
Yuslem, Nawir. 2001. Ulumul
Hadist. Jakarta : PT. Mutiara Sumber Widya
[1] Nawir Yuslem, Ulumul
Hadist, ( Jakarta : PT. Mutiara Sumber Widya, 2001), Hal. 163
[2] Leni Andariyati,
Hadis dan Sejarah perkembanganya, Jurnal Ilmu Hadis. Vol. 4 No. 2 Tahun
2020. Hal. 162
[3] Nawir Yuslem, Ulumul
Hadist, ( Jakarta : PT. Mutiara Sumber Widya, 2001), Hal. 283
[4] Abdul Majid Khon, Ulumul Hadist, ( Jakarta :
AMZAH, 2015), Hal. 254-255
[5] Abdul Majid Khon, Ulumul Hadist, ( Jakarta :
AMZAH, 2015), Hal. 257
[6] Muhammad fauzan azima, Edi Safri, Zulfikri, Studi
Hadis Muslim (Kasus Studi Mauquf tentang praktik Nikah mut’ah pada masa
sahabat). Jurnal Ulunnuha. Vol. 8 No. 1 tahun 2019. Hal. 22
[7] Abdul Majid Khon, Ulumul Hadist, ( Jakarta :
AMZAH, 2015), Hal. 258-259
[8] Ibid,. Hal 262
[9] Nawir Yuslem, Ulumul
Hadist, ( Jakarta : PT. Mutiara Sumber Widya, 2001), Hal. 293
[10] Abdul Majid Khon, Ulumul Hadist, ( Jakarta :
AMZAH, 2015), Hal. 263
Tidak ada komentar:
Posting Komentar